Hari ini saya mengantarkan pacar saya ke salah satu Mall besar di Jakarta untuk menghadiri acara reunian teman-teman SMP nya. Sambil menunggu saya akhirnya turun dan keluar mall untuk mencari rokok. Begitu dapat rokok, saya berniat tuk nongkrong bareng orang-orang yang sedang duduk-duduk disekitar parkiran. Memang sudah waktunya makan siang, jadi banyak para pegawai yang singgah membeli makan atau sekedar ngopi dan merokok.
Saya duduk di sebelah bapak berparas tidak terlalu tua, tak berapa lama bapak itu seperti memulai pembicaraan dengan menghitung-hitung sesuatu kearah saya. Ternyata menghitung berapa lama dia akan ada disini, rupanya bapak itu adalah seorang supir.
Iya, dia memang seorang supir yang sedang mengantarkan anak majikannya yang sedang berlibur di mall itu. Percakapan kami mulai sedikit akrab, walau memang kita tidak kenal satu sama lain. Dia yang tinggal di daerah bintaro dan rumah majikannya di daerah puri kembangan.
Anak majikannya yang sekolah di kelas 3 SD itu, katanya menghabiskan waktu di mall itu bisa 6 sampai 10 jam. Sesudah itu, makan malam pasti di luar rumah. Saya berfikir, sudah sangatlah berbeda anak jaman dulu dengan sekarang. Dulu yang kental kebersamaan dengan bermain ala kampung, itu yang sering saya sebut. Tapi sekarang, anak-anak lebih mementingkan kepentingan golongannya sendiri (contoh kalangan atas).
Entah karena pendidikan orang tua yang salah karna dimanjakan dengan semua harta yang ada atau karna apa??
Saya agak miris mendengar ketika dia bercerita tentang keluh kesahnya sebagai supir selama 9 tahun ini. Sewaktu dia mengantarkan anak majikannya ke salah satu mall besar di Jakarta Barat, sesampainya disana jam 9 pagi tapi keluarnya jam 9 malam. Dia pun tidak diberikan uang makan ataupun uang pegangan. Alhasil, diapun tidak makan seharian. Ketika jam pulang dia ditanya majikannya, “kamu sudah makan pak??” , “makan apa?? Makan angin!!! “ jawab si supir itu. Dikiranya setelah bicara seperti itu, majikan akan mengajaknya makan atau memberinya uang makan. Ternyata sesampainya dirumah majikannya, dia tidak dapat apa-apa. Sungguh ironis memang. Dilihat dari gajinya 1,5 juta sebulan tanpa uang makan ataupun uang lembur, dia yang menghidupi 3 anak dan isterinya mengharuskan dirinya tuk gali dan tutup lubang.
Jaman sekarang mereka yang mampu dan memakai jasa supir mungkin harus memikirkan kesejahteraannya. Jangan Cuma menyuruh atau memberi perintah saja. Paling tidak hargai mereka seperti keluarga sendiri. (abley)
No comments:
Post a Comment